Pengaruh Media Sosial Bagi Kehidupan Bersosial
Instagram, salah satu media sosial yang diakui sisi oleh META menurut analisis saya pribadi lebih banyak digandrungi ileh kalangan muda tapi tidak menutup kemungkinan bahwa pengguna jejaring berbagi foto yang sudah merambat mengikuti jejaring berbagi video ini dipenuhi oleh kalangan berumur.
Photo by dole777 on Unsplash |
Namun yang saya pahami karena menjadi salah satu orang yang memiliki 15.000 pengikut di Instagram dan sering berinteraksi dengan para follower, saya menangkap para pengguna Instagram adalah orang-orang yang punya pengalaman dan pendidikan yang bisa dikatakan cukup. Atau memiliki pola pikir untuk maju bersama-sama.
Itu yang pertama mengenai Behavior Instagram Follower yang saya kenali.
Selanjutnya saya juga akan menerangkan sedikit bagaimana sih orang-orang yang lebih sering menghabiskan waktunya di TikTok?.
Saya sendiri memiliki pengikut kurang lebih 170.000 dan menemui banyak sekali komentar dan statement yang muncul di video-video yang saya buat.
Hingga saya bisa menarik kesimpulan bahwa pengguna TikTok rata-rata adalah masih di bawah umur atau bahkan masih balita.
Dan terakhir mengenai platform yang awalnya berbagi teks dengan maksimal 140 karakter layaknya SMS dijaman dahulu.
Untuk Twitter sendiri saya kuran gaktif dan hanya melihat berita-berita yang ada dan tersebar di platform lain seperti media berita dan Instagram sering mengungkapkan bahwa cuitan user Twitter itu sangat pedas sekali.
Melihat dari ke tiga platform tersebut apakah berdampak negatif atau positif bagi perkembangan dan pembentukan indentititas individu seseorang?.
Sebagai seorang Inluencer di media sosial tersebut yang terjadi pada diri saya adalah sangat dan berperan penting terhadap identitas dan perkembangan karakter seseorang.
Seperti contoh hal kecil saja, saat itu saya sedang membuat konten tentang dampak dari seringnya bermain media sosial namun apa yang terjadi?. Banyak komentar-komentar bullyan terhadap konten yang saya buat itu.
Pahdahal inti dari konten itu agar orang-oran gbisa mengurangi ketergantungan dengan media sosial.
Yang lucunya lagi banyak orang-orang yang komen tidak sesuai konteks video yang diterangkan di konten tersebut terutama TikTok.
Lalu apa hubungannya dengan pembentukan karakter individu?.
Sama seperti pisau, bermain TikTok, Instagram atau Twitter ini bisa mempengaruhi pola pikir dan keseharian pengguna.
Apalagi jika sudah kecanduan dengan sosial media, apa-apa serba posting, apa-apa di story-in, hinggal dia ingin terlihat bahagia dan sukses agar dilihat teman-temannya dia adalah orang yang paling bahagia.
Padahal story, unggahan, hingga statement yang ia buat adalah untuk memperbaiki dan menenangkan diri sendiri.
Anehnya ada saja yang memberikan statement yang menjatuhkan. Hingga saya pernah down gara-gara komentar dan ucapan orang lain.
Itu di TikTok, jika di Instagram beda lagi ceritanaya, di Instagram apapun yang kita mau, apapaun yang kita inginkan bisa tercapai di Instagram.
Tergantung kita bisa menyikapi dan mengelola data dan sumber daya dengan maksimal.
Jangan sampai karena adiksi yang di berikan sosial menjadi dampak buruk bagi disi kita. JIka kita bisa menggunakan media sosiak dengna bijak tentu bisa berdampak positif seperti yang saya lakukan hingga bisa menjadi pekerjaan.
Tapi jika kita tidak bisa mengatur dan menggunakan media sosial dengan bijak, pasti akan terjerumus kedalam sekte penyembah Instagram, TikTok dan Twitter. Jika satu menit saja tidak ngecek notifikasi ada sesuatu yang kurang.
Menilai Diri Sendiri Dari Cermin
Kemudian yang kedua mengenai looking glass self secara garis besarnya adalah persepsi orang lain yang kita gunakan sebagai cerminan diri kita sendiri.
Maksudnya bagaimana?.
Seperti yang saya terangkan diawal, saya adalah seorang Influencer di beberapa media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Youtube (saya tidak aktif di Twitter).
Kemudian semua pengikut saya menganggap saya ini ahli dibidang atau topik yang saya angkat di media sosial pribadi. Padahal semua video yang saya buat itu hanya sekilas atau sebagai dokumentasi saya untuk belajar di bidang ilmu tersebut.
Namun sekuat dan segamblang apapun saya menjelaskan bahwa saya tidak ahli dibidang itu kebanyak netizen tidak percaya dengan statement yang saya lontarkan.
Alhasil, saya mencoba dan harus mengikuti persepsi orang lain dengan senang hati tanpa paksaan dari pihak manapun.
Hingga saat ini saya bisa menjadi yang di inginkan oleh semua orang. Namun tetap saja saya harus belajar dan belajar agar bisa terus mengembangkan apa yang di persepsikan oleh orang-orang.
Itu salah satu contoh yang terjadi dalam diri saya sendiri, hingga pada suatu saat ada yang mengomentari tentang salah satu video saya mereka menganggap bahwa saya ini (mohon maaf) kena mental atau bisa dibilang depresi.
Padahal itu just content.
Tapi komentar itu makin kesini makin banyak hingga yang tadinya saya biasa aja tidak terpengaruh sama sekali dengan ketikan orang-orang di sosial media saya sampai memberanikan diri datang ke Psikologi dan bahkan saya periksa ke Rumah Sakit Umum untuk periksa apakah saya itu benar sakit?.
Dan tentu saja, saya sehat mental maupun fisik.
Hingga pada akhirnya saya mengatakan “bodo amat” dengan komentar netizen.
Ada hal unik yang saya temukan di Jurnal Ilmuah dari Universitas Gajah Mada yang ditulis oleh Saliyo pada halaman 28 ada tiga alasan yang mempengaruhi diri seseorang yaitu konsentrasi, evaluasi diri, dan perjalanan panjang manusia yang bertarung dengan diri mereka sendiri dan masyarakat.
Jika kita lihat pembentukan karakter individu setiap orang ini dalam konteks bersosial media ini tentu merujuk pada poin ke tiga menurut jurnal tersebut.
Karena lebih sering aktif di sosial media dimana sosial media ini tidak terbatas ruang dan waktu mengakibatkan pembentukan karakter setiap orang berbeda-beda.
Hal kecil namun besar yang bisa saya jabarkan ialah mengenai algoritma yang digunakan di sosial media.
Dalam setiap sosial media mereka memiliki algoritmanya masing-masing agar pengguna betah terus menerung membuka sosial media.
Hematnya seperti, kamu bisa melihat pribadi seseorang dari beranda Instagramnya, atau FYP TikToknya.
Jika kamu menemukan yang sering muncul adalah video kucing, bisa ditebak pengguna tersebut adalah pecinta kucing.
Apabila yang muncul adalah tutorial lulus beasiswa unggulan atau tips-tips untuk masuk ke universitas idaman sudah dipastikan dia ini adalah orang yang anak yang rajin dan tertarik untuk belajar.
Tapi jika yang sering keluar di beranda atau FYP-nya adalah (maaf) wanita yang terbuka sebagian auratnya dan melakukan hal-hal yang mengundang syahwat, kamu bisa menjawabnya sendiri tanpa saya jelaskan.
Itulah tadi sedikit opini yang bisa saya sampaikan mengenai dampak sosial media terutama Instagram, TikTok dan Twitter terhadap pembentukan karakter / identitas individu setiap individu manusia.
Tentu saja jawabannya adalah tergantung, bisa mengarah kepada hal yang positif bisa juga menjadi negatif tergantung penggunanya.
M.Lutfi Abdul Aziz -Mahasiswa Universitas Terbuka Palembang, Prodi S1 Ilmu Komunikasi
Referensi :
Diri sendiri sebagai seorang Influencer di sosial media
https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/viewFile/11946/8800