Apakah Benar Mudik Itu Ajang Pamer Pencapaian?

Sebenarnya ya temen-temen, orang Indonesia itu terlalu pintar mengamalkan atau mempraktekkan ilmu yang diberikan dari guru atau ustadznya di kampung.

Menurut hemat saya, orang zaman dahulu ingin mudik atau kembali ke kampung halaman itu ingin bertemu dengan keluarga, bertemu dengan sanak saudara, bertemu dengan sahabat karibnya, ingin bertemu sapa dan meminta maaf apabila ada hal-hal yang tidak bisa dimaafkan hanya dengan teks WhatsApp saja.

Tapi yang kurang saya suka banyak “oknum” yang mengesimpangkan esensi fitrah ini menjadi ajang gengi-gengsian.

Yang tadinya ingin salih bertaut sapa malah unjug gigi pamer kerjaanku dimana dan gaji berapa.

Kenapa aku kurang setuju dengan hal ini?.

Tahun lalu, aku malu untuk mudik, malu untuk pulang, malu untuk bertemu dengan keluarga, apalagi orang di kampung sudah memiliki ekspektasi tinggi dengan pekerjaanku yang katanya kerja di perusahaan ternama, mendapatkan client dari Luar Negara hingga mendapatkan cap orang yang sukses yang berawal dari desa.

Enggak! Itu semua gak benar!. Aku memang bekerja di perusahaan ternama yaitu Bytedance Inc., Google Inc, dan META Inc.

Tapi banyak orang yang salah persepi ketika aku memberi tahukan kerjaanku sekarang. Banyak yang mengira bahwa hartaku melimpah dan banyak duitnya karena melihat hp dan laptopmu terpampang logo Apel yang digigit.

Merkas gak tau betapa tertekannya aku bertahan hidup diluar sana. Gimana caranya persepsi tinggi masyarakat di dusunku itu agar tak terlalu berharap denganku.

Jika mereka tau, kerjaanku sesungguhnya itu cuma “tukang buat video”. Iya cuma “Tukang” gak beda jauh dengan Tukang Bengkel ataupun Tukang Service Kompor. Yang membedakan alat yang aku pegang adalah laptop dan smartphone sedangkan alat mereka adalah obeng, panci, baud, dan oli.

Tapi esensi aslinya sama-sama pekerja.

Yang membuat aku sadar makna mudik yang original ketika di bulan Februari lalu usaha yang aku bangun dari nol hilang semua. Diambil hingga ke akar-akarnya.

Penghasilanku sebelum itu bisa dibilang lebih dari cukup untuk menghidupi diri sendiri, orang tua dan satu orang lagi yaitu calon manager hidupku.

Bukan cuma itu, 3 atau 5 hari setelahnya satu-satunya hartaku yang berhaga yaitu smartphone yang aku gunakan untuk usaha terakhir diambil juga. Diambil kali ini secara harfiah yaitu dimaling oleh orang.

Ketika itu aku benar-benar stress, tertekan bahkan hampir depresi atau bisa dibilang benar-benar depresi berat.

Akhirnya aku memutuskan untuk pulang kampung dan jujur kepada orang tuaku, Ayah dan Ibuku, aku jujur bahwa usahaku di kota sedang tidak baik-baik saja.

Tau gak? Apa yang keluar dari bibir mereka?.

“Kamu gak apa-apa kan nak?, Alhamdulillah anak ibu masih sehat, masih bisa bertemu dengan ibu, kamu udah makan?. Makan dulu yuk! Ibu masakin Pindang Patin Palembang kesukaan kamu waktu dulu.”.

Arrrghhh ibu ini gimana sih! Gerutuku dalam hati. Gak tau apa anaknya ini lagi down banget usahanya lagi ancur kalau boleh cerita kerugianku itu bisa untuk beli kebun karet 3 hektar.

Aku coba cerita lagi dengan Bapak. Jawaban beliau juga gak sesuai dengan harapanku.

“Ikut bapak ke kebun belakang rumah yuk!, bapak tadi dikasi bibit duren kata yang ngasihnya itu duren paling enak yang pernah dia makan. Klo gak salah namanya itu Duren Musangking, yuk temenin bapak nanem bibit durennya”.

Dan setelah lebaran tiba, gak aku liat kekecewaan dari kedua orang tuaku, bahkan keluargaku gak menyindir gimana kerjaanku sekarang. Mereka hanya menyapaku,

“Oiiittt Aziz!, aiii lah bujang kau yee!. Payu sini makan ketupat banyak nian ini bibi kau masaknyaa!”.

Sesi perkumpulan itu ditutup dengan ritual wajib ketika lebaran yaitu foto bersama. Ketika aku liat fotonya gak ada raut wajah kusam cuma ada senyuman dan canda tawa yang terlihat pada foto itu.

Akhinya sekarang aku paham! Dan aku telat paham!. KENAPA AKU GAK MUDIK DARI DULU COBA?. Keluarga dan sanak famili hanya mengharapkanku hadir di acara keluarga ini.

Mereka gak menuntut ku untuk sukses di kota, mereka juga tidak mengharapkan aku pulang membawa gandengan. Tapi mereka hanya ingin aku ada disamping mereka berbagi tawa dan canda saling melepas dahaga rindu satu tahun tak bersua.

Dari cerita asliku diatas bisa aku analisis mengenai Kajian Sosiologi dan Antropologi yang terjadi di Malaysia itu adalah salah kaprah. Kebanyak orang menilai hanya dari sisi Antropologinya saja.

Maksudnya gimana?.

Orang-orang hanya menilai bahwa mudik itu pulang ke kampung halaman, kembali ke kediaman orang tua atau keluarga. Pulang membawa kendaraan, membawa pencapaian, membawa gaji yang lumayan, dan juga kalau bisa bawa tunangan. Hehe~

Makanya banyak orang-orang Malaysia yang diberitakan pada website Detik.com tersebut rela membayar sewa Mobil Lamborghini seharga 27juta perharinya agar terlihat wah dimata keluarga

Padahal jika kita tilik dari Kajian Sosiologinya esensi mudik itu bukan seperti itu!.

Mudik itu kita pulang ke kampung halaman hanya untuk melepas rindu dan harapan, bertemu dengan keluarga yang selama ini berada nun jauh disana.

Jika kamu tau, orang tuamu hanya ingin kamu sehat, senang dan bahagia. Bukan membawa jabatan, pekerjaan atau bahkan tunangan yang menawan.

Ibu Bapak kita di rumah cuma ingin satu. Anaknya Bahagia.

Lalu bagaimana definisi bahagia? Silahkan tanyakan kepada pribadi masing-masing.

Muara Enim, 14 April 2024
M.Lutfi Abdul Aziz, Diskusi SESI 1. Mata Kuliah Pengantar Sosiologi, S1 Ilmu Komunikasi UT Palembang.